AKUNTANSI SYARIAH

 Akuntansi Syariah

Definisi akuntansi syariah

Secara sederhana pengertian akuntansi syariah dapat dijelaskan melalui akar kata yang dimilikinya yaitu akuntansi dan syariah. Definisi bebas dari akuntansi adalah identifikasi transaksi yang kemudian diikuti dengan kegiatan pencatatan, penggolongan, serta pengikhtisaran transaksi tersebut sehingga menghasilkan laporan keuangan yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Sedangkan definisi bebas dari syariah adalah aturan yang telah ditetapkan oleh Allah swt untuk dipatuhi oleh manusia dalam menjalani segala aktivitas hidupnya di dunia. Akuntansi dalam bahasa Arabnya disebut “Muhasabah” yang berasal dari kata hasaba, hasiba, muhasabah, atau wazan yang lain adalah hasaba, hasban, hisabah.

Jadi, akuntansi syariah dapat diartikan sebagai proses akuntansi atas transaksi-transaksi sesuai aturan yang telah ditetapkan oleh Allah swt. Informasi yang disajikan oleh akuntansi syariah untuk pengguna laporan lebih luas tidak hanya data finansial tetapi juga mencakup aktivitas perusahaan yang berjalan sesuai dengan syariah serta memiliki tujuan sosial yang tidak terhindarkan dalam Islam, misalnya adanya kewajiban membayar zakat. 

Akuntansi Syari’ah adalah akuntansi yang berorientasi sosial. Artinya akuntansi ini tidak hanya sebagai alat untuk menterjemahkan fenomena ekonomi dalam bentuk ukuran moneter tetapi juga sebagai suatu metode menjelaskan bagaimana fenomena ekonomi itu berjalan dalam masyarakat Islam. Akuntansi Syari’ah termasuk didalamnya isu yang tidak biasa dipikirkan oleh akuntansi konvensional. Perilaku manusia diadili di hari kiamat. Akuntansi harus dianggap sebagai salah satu derivasi/hisab yaitu menganjurkan yang baik dan melarang apa yang tidak baik.

Perbedaan Akuntansi Syariah dan Akuntansi Konvensional

Dalam akuntansi konvensional didasarkan pada menafsirkan dan mengklasifikasikan data. Informasi yang disampaikan kepada pelanggan adalah prakiraan yang terbaik untuk memastikan bahwa dia akan berinvestasi dalam sistem tersebut. Perbedaan utama antara Akuntansi syariah dan akuntansi konvensional adalah bagaimana informasi dibagikan. Akuntansi syariah menyediakan semua informasi dengan jelas kepada prospek, informasi yang baik maupun buruk. Sedangkan dalam penyajian informasi akuntansi  konvensional yang diberikan hanya informasi pilihan saja. Perbedaan lainnya sebagai berikut :

Aktiva  dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang.

 Dalam konsep syariah, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai.

Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep syariah sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko.

Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep syariah dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal.

Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep syariah memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.


Penerapan Akuntasi Syariah

Akuntansi syariah dikenal dan banyak digunakan ketika lembaga keuangan perbankan berbasis syariah banyak menjamur di negeri ini. Berdirinya bank-bank berbasis syariah ini adalah titik tolak penggunaan akuntansi syariah yang sampai sekarang sudah dikenal masyarkat. Proses kelahiran akuntansi syariah dari berdirinya bank-bank syariah akan dijelaskan sebagai berikut.

Bank syariah merupakan lembaga keuangan dengan asar hukum dan prinsip operasional yang sedikit berbeda dari bank-bank konvensional. Bukan hanya tunduk pada hukum normal yang berlaku di Indonesia, bank syariah juga mematuhi pedoman dan aturan yang didasarkan pada Kitab Suci Al-Quran. Hal ini termasuk dengan kepercayaan bahwa riba bukan sebuah hal yang baik sehingga proses pembagian untung akan melalui proses perjanjian antara pihak bank dengan nasabah.

Dikarenakan prosesnya yang berbeda ini, akhirnya muncul banyak kesulitan terutama dalam pelaporan operasional yang harus seturut dengan pedoman-pedoman yang berlaku. Tentu menjadi masalah baru, bagaimana menyusun laporan keuangan yang harus dipublikasikan dan di saat bersamaan juga menyusun berdasarkan aturan-aturan operasional yang diperbolehkan. Maka dari itu, sekitar tahun 2002, muncul pemikiran untuk menggunakan sistem Akuntansi Syariah di lembaga keuangan perbankan.

Sistem ini digunakan baik secara pengetahuan umum maupun penggunaan secara teknis. Ikatan Akuntan Indonesia atau IAI akhirnya juga turun tangan membentuk Komite Akuntansi Syariah di Indonesia pada tahun 2005. Tugas komite ini adalah merumuskan standar akuntansi syariah.


Pro dan Kontra Akuntansi Syariah

    Akuntansi Syariah merupakan jawaban bagi pengaturan operasional lembaga keuangan perbankan berbasis syariah saat ini. Prinsip dan aturan dalam istilah ini sangat membantu lembaga perbankan menjalankan fungsi akuntansi biaya mereka dengan basis yang mereka pilih tanpa mengurangi fungsi dasar mereka dalam kehidupan masyarakat. Meski terlihat sudah menjawab kebutuhan dan kondisi saat ini, keberadaannya masih diperdebatkan terkait pro dan kontra yang muncul.

    Permasalahan pertama yang muncul adalah perbedaan prinsip antara Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional yang mengacu pada standar internasional IFRS. Standar IFRS memiliki perbedaan dengan standar yang digunakan untuk Akuntansi Syariah. Akuntansi Syariah dikenal lebih memiliki orientasi dan pertanggung jawaban sosial. Maka dari itu, pengintegrasian standar IFRS dengan standar pada Akuntansi Syariah tidak bisa sempurna. Satu masalah ini akhirnya merembet ke hampir seluruh lini yang berkaitan dengan Akuntansi Syariah di Indonesia. Selain masalah prinsip yang mencakup banyak sekali aturan yang berbeda di antara keduanya, masalah lain muncul karena perbedaan antara Akuntansi Syariah dan Akuntansi Konvensional.

    Resistensi akibat keterlambatan Standar Akuntansi Keuangan Syariah (SAKS) muncul dari penerapan standar yang berbeda. Pengukuran Net Present Value atau NPV pun memiliki dasar penghitungan dengan parameter bunga, di mana pada sistem Akuntansi Syariah hal ini tidak diperbolehkan karena sama saja dianggap dengan riba. Jika kelak menerapkan kaidah bagi hasil, tentu saja hal ini menuntut pemahaman dan penerapan sistem akuntansi yang rasional namun rumit. Akuntan dengan basis syariah harus memperhatikan masalah sampai sedetil ini. Tiga hal tersebut baru merupakan perbedaan yang paling terlihat di antara kedua istilah dengan basis berbeda ini. Meskipun memiliki banyak perbedaan dengan standar Akuntansi Konvensional yang sudah banyak diketahui lebih dulu, toh tetap saja Akuntansi Syariah bisa digunakan dengan fleksibilitas dalam berbagai hal.


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Mengenal “The Big Four” Kantor Akuntan Pubik Terbesar Di Dunia

Peran Akuntansi Internasional Dalam Era Global

BANK SOAL