Akuntansi 4.0

Akuntansi 4.0

A. Akuntansi 4.0

     Sekarang ini kita memasuki Revolusi Industri keempat atau sering disebut dengan Industri 4.0. Inti dari Revolusi Industri 4.0 adalah digitalisasi pada hampir keseluruhan proses bisnis (digital economy, artificial intelligence, big data, robotic) dan kebutuhan jumlah Sumber Daya Manusia serta tuntutan keterampilannya. Dampak positif yang bisa di dapatkan adalah efisiensi, efektifitas, dan simplifikasi proses bisnis secara besar-besaran pada hampir seluruh sektor industri tanpa kecuali. Industry 4.0 menghadirkan ancaman besar terhadap proses bisnis konvensional sekaligus menghadirkan peluang besar terhadap bisnis berbasis digital termasuk peluang besar kesempatan kerja (Sururi, 2019).
     Kehadiran Revolusi Industri 4.0 membawa perubahan pada penyesuaian pekerjaan manusia, mesin, teknologi dan proses di berbagai bidang profesi termasuk profesi akuntan. Banyak perusahaan besar telah mengembangkan teknologi ini, karena didukung oleh standarisasi atas proses pengelolaan keuangan, standarisasi atas arsitektur sistem dan informasi (standardization of financial processes, systems, daninformation architecture). Profesi akuntansi sering diasosiasikan dengan komputer dan pekerjaan dengan penggunaan teknologi (Akhter & Sultana, 2018). Menurut penelitian di Bangladesh, profesi akuntan diperkirakan akan menghilang pada beberapa tahun ke depan, dimana aktivitas. Akuntan Dalam Industri 4.0: Studi Kasus Kantor Jasa Akuntan (KJA) Di Wilayah Kepulauan Riau akuntansi digantikan dengan teknologi automasi yang menyebabkan pemutusan kerja akuntan (Frey & Osborne, 2018).
     Pada tahun 2015, Boston Consulting Group (BCG) melaporkan prediksi bahwa sepertiga pekerjaan manual akan dieliminasi digantikan oleh artificial intellegence pada tahun 2025. Prince water Coopers pada tahun 2018, menganalisa 20.000 pekerjaan dari 29 negara yang mempunyai resiko potensial dikarenakan adanya automasi 20 tahun mendatang. Potensi teknologi menggantikan peran profesi akuntan hanya menunggu waktu. Peran akuntan akan bersifat strategis dan konsultatif. Maka dari itu akuntan perlu memiliki sertifikasi supaya mampu bertahan dalam bersaing. Seorang akuntan juga harus memiliki strategi diantaranya penguasaan soft skill baik interpersonal skills maupun intra personal skills, business understanding skill dan technical skillsagar mampu menjawab tantangan di era digital ini. Hal ini mengakibatkan profesi akuntan underestimate terkait dampak teknologi terhadap pekerjaan akuntan. Penelitian ini mencoba untuk mengevaluasi kebutuhan pendidikan, efek IoT, kesempatan dan tantangan yang dihadapi oleh akuntan professional.

B.Tantangan Profesi Akuntan

     Dalam masa 5 tahun kedepan dimana teknologi 5G dalam perangkat telekomunikasi sudah diadopsi secara penuh, akses internet dalam kecepatan Gigabit per detik dan perangkat keras juga manusia sudah terhubung satu sama lain baik secara IoT atau IoP, akan mengubah peran akuntan yang digantikan oleh teknologi AI (Artificial Intelligence) dan robotik dalam melakukan pekerjaan dasar akuntan yaitu mencatat transaksi, mengolah transaksi, memilah transaksi, melakukan otomatisasi pembuatan laporan keuangan sekaligus menganalisa laporan keuangan tersebut secara mandiri tanpa campur tangan manusia. Pola swakelola fungsi dasar akuntan inilah yang tentunya meningkatkan efisiensi dan efektifitas pekerjaan dan hasilnya langsung diketahui saat itu juga (real time).
     Banyak perusahaan yang sudah mengembangkan hal ini karena sudah didukung adanya standarisasi proses pengelolaan keuangan dan standarisasi arsitektur sistem informasi yang memadai dan sesuai tuntutan industri generasi keempat sehingga kompetensi krusial yang dibutuhkan bagi akuntan selanjutnya adalah kemampuan analisa data, mengikuti perkembangan teknologi informasi dan memperbaharui gaya kepemimpinan. Penggunaan robotics dan data analytics (big data) dapat mengambil alih pekerjaan dasar yang dilakukan oleh akuntan (mencatat transaksi, mengolah transaksi, dan memilah transaksi). Profesi akuntan merasa dirugikan terkait dampak teknologi terhadap pekerjaan akuntan. Kompetensi yang penting bagi profesi akuntan dalam menghadapi 4.0 misalnya data analysis, information technology development, dan leadership skills harus dapat dikembangkan.
     Penelitian ini menunjukkan bahwa Kantor Jasa Akuntan di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau masih tetap mempertahankan menggunakan tenaga profesional akuntan sebesar 80% merupakan Sarjana Akuntansi. Selain itu penelitian ini juga mengkonfirmasi penggunaan IoT (Internet of Things) yaitu sebesar 60% KJA menggunakan 70-100% total waktu menyelesaikan pekerjaan menggunakan komputer (software) dan internet dibandingkan dengan pengerjaan manual. KJA membutuhkan akuntan profesional yang menguasai software akuntansi, statistika, MsOffice, Zahir dan SAP. Selain menguasai software dalam menghadapi 4.0, penelitian ini menunjukkan bahwa softskill utama yang diperlukan adalah memiliki kemampuan berpikir kritis dan analitis.
     Lebih jauh lagi dampaknya adalah akuntan dan kantor akuntan akan “dipaksa” mengembangkan aplikasi bergerak (mobile) untuk dapat mengakses data secara langsung dari perangkat telepon genggam, tablet dan virtual reality (VR). Audit laporan keuangan dilakukan berbasis real-time dimana regulator dan auditor menarik data yang dibutuhkan secara otomatis langsung dari sistem dan sensor yang melekat pada kegiatan operasional sehingga transparansi dan keakuratan data yang dihasilkan dapat dipertanggung jawabkan. Apabila akuntan tidak memiliki keahlian yang memadai didalam teknologi informasi maka profesi lain dapat mengambil alih fungsi akuntan, sehingga dapat dikatakan teknologi informasi adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi untuk dipelajari dan dimengerti oleh akuntan itu sendiri.
     Dikutip dari International Edition of Accounting and Business Magazine edisi Desember 2016, Roger Leonard Burrit dan Katherine Christ menyebutkan empat langkah yang harus diambil akuntan didalam menghadapi revolusi industry 4.0 yaitu:
    1.Kesadaran (Awareness) bahwa dengan revolusi industri melahirkan peluang atau kesempatan baru. Kesempatan yang muncul ini menumbuhkan bisnis baru yang belum pernah ada sebelumnya, sebagai contoh Jerman sebagai negara pencetus memiliki 80% perusahaan yang siap mengimplementasikan revolusi industri 4.0 atau Cina yang menyadari bahwa diperlukan pembangunan pada aspek pengetahuan dan menargetkan 60% investasi pada sektor ini. Bukan hanya dua negara ini saja akan tetapi banyak negara sudah berada dalam tahap awal diseminasi informasi yang selanjutnya akan berkembang lebih dalam untuk menjalankan secara total revolusi 4.0

    2. Pendidikan (Education). Regulator atau pemerintah dan praktisi pendidikan dituntut untuk dapat membuat kurikulum yang relevan disesuaikan dengan perkembangan konektifitas digital, seperti contohnya pelatihan koding, manajemen informasi antar beberapa program dan platform yang berbeda atau implementasi real-time accounting yang ditujukan kepada seluruh departemen dan organisasi perusahaan termasuk pemegang saham.

    3.Pengembangan profesi (Professional Development). Meningkatkan kinerja profesi akuntan beserta program – program yang mendukung pengembangannya dengan cara melakukan latihan presentasi online maupun tatap muka secara langsung (face to face discussion) dan mengevaluasi dampaknya terhadap kapabilitas profesi akuntan pada masa depan.

    4. Penerapan standar tinggi (Reaching Out). Sebagai akuntan dituntut harus memiliki control maksimal terhadap data yang dihasilkan, dimana data atau informasi fisik biasanya diperoleh dibawah tanggung jawab para insinyur (engineer) sehingga hubungan kerja antara akuntan dan insinyur harus berjalan harmonis agar data dan informasi akuntansi dijaga dengan baik.

C.Jenis Aktivitas yang Memiliki   Prosentase Tertinggi

     Sedangkan ada tujuh jenis aktivitas yang memiliki prosentase tertinggi dalam penggunaan tenaga profesional (akuntan) antara lain data entry (100% dilakukan oleh operator/ akuntan), pekerjaan kepatuhan (100% dilakukan oleh akuntan/ auditor dan hanya 20% dilakukan oleh software), mempersiapkan tagihan dan permintaan barang (100% masih dilakukan oleh akuntan dan 40% dilakukan melalui software), rekonsiliasi (80% dilakukan oleh akuntan dan 60% dikerjakan oleh software), investigasi personal dalam audit (80% dilakukan oleh auditor langsung dan 60% dikerjakan oleh software inforensic analysis), menyiapkan dokumen pajak dan perhitungannya (100% dikerjakan oleh akuntan dan 60% dikerjakan oleh software), dan menyiapkan Laporan Keuangan (100% oleh akuntan dan 60% dilakukan oleh software). Dengan kata lain, masih lebih banyak jenis pekerjaan akuntansi yang masih mempercayakan menggunakan lebih banyak tenaga kerja profesional ketimbang dikerjakan oleh software.
     Akuntan dalam perspektif revolusi industri sudah bukan lagi sebagai “book keeper” tetapi meluas menjadi hal yang baru yang bisa jadi tidak menyentuh sama sekali aspek finansial. Eksplorasi hal baru tentunya juga menimbulkan spesialisasi yang belum ada pada saat sekarang. Spesialisasi disini apabila melihat kepada penjelasan diatas akan bertambah menjadi bidang pekerjaan baru yang menuntut kapabilitas dan kapasitas yang berbeda pula karena diperlukan untuk mampu melihat potensi perubahan dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Celah antara dunia kerja riil dan dunia akademis patut dijembatani untuk kemudian dilakukan riset dan penelitian lebih dalam dimana hasil penelitian dapat digunakan untuk memberikan solusi yang membangun dan informatif untuk kemudian dapat diaplikasikan dalam proses belajar mengajar.


Comments

Popular posts from this blog

Mengenal “The Big Four” Kantor Akuntan Pubik Terbesar Di Dunia

Peran Akuntansi Internasional Dalam Era Global

BANK SOAL