MENINGKATNYA DANA CADANGAN RISIKO FISKAL DALAM APBN SEBESAR RP10 TRILIUN



Hasil gambar untuk economy illustration Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyiapkan dana cadangan alias buffer stock sebesar Rp10 triliun pada tahun depan. Angka ini mengalami kenaikan dibandingkan alokasi anggaran tahun ini yang hanya sekitar Rp8 triliun. Dana cadangan ini memang setiap tahun dianggarkan untuk mengantisipasi defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) tahun depan. Karena setiap tahunnya akan ada gejolak ekonomi yang masih kerap terjadi. dana cadangan tidak akan digunakan untuk belanja. Melainkan untuk membackup jika sewaktu-waktu tidak tercapainya target ekonomi makro yang telah dirancang dalam RAPBN.
Misalnya ketika target penerimaan pajak tidak tercapai. Agar tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi, pemerintah akan menutupinya dengan anggaran. Atau ketika anggaran subsidi membengkak. Agar anggaran belanja tidak membengkak, maka pemerintah bisa menutupinya dengan anggaran buffer stock tersebut.
Jika pertumbuhan ekonomi tidak sesuai yang di harapkan maka bisa berdampak ke pajak, dengan begini kemungkinan akan adanya shortfall. Dampak shortfall tentu akan berdampak pada defisit, untuk mengurangi defsit tersebut maka dapat dikendalikan menggunakan dana cadangan. Apabila capaian defisit tidak jauh dari target maka dana cadangan tidak perlu dikeluarkan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)  merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah negara Indonesia yang disetujui oleh DPR. APBN berisi daftar rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari – 31 Desember).
            Pada tanggal 26 September 2019, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan Indonesia menyiapkan dana cadangan risiko fiskal senilai Rp10 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2020. Anggaran tersebut meningkat dari tahun ini sekitar Rp7 triliun sampai Rp8 triliun dalam APBN 2019.
            Peningkatan APBN sengaja dilakukan untuk mengantisipasi berbagai resiko yang mungkin terjadi pada tahun depan. Selain itu, dana cadangan risiko fiskal juga bisa  digunakan untuk mengantisipasi danya perubahan kebijakan pemerintah yang berdampak  pada anggaran negara. Misalnya, perkiraan pertumbuhan ekonomi meleset dari perkiraan. Pemerintah sudah menargetkan 5,3%, namun ternyata salah, maka penerimaan negara khususnya penerimaan pajak berpotensi berkurang.
            Turunnya penerimaan pajak dapat menurunkan pendapatan suatu negara, karena pajak merupakan salah satu indikator dari pendapatan negara. Pendapatan negara menjadi berkurang, namun kebijakan belanja atau pengeluarannya masih tetap, tentunya akan berdampak pada defisit anggaran secara keseluruhan.
Faktor domestik masih akan terfokus pada defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). Jika kondisi eksternal lebih stabil dan CAD dapat terkontrol, ekonomi dapat tumbuh 5,12% dan pada 2020 menjadi 5,3%-5,4%
Dana cadangan tidak akan digunakan untuk belanja. Melainkan untuk membackup jika sewaktu-waktu tidak tercapainya target ekonomi makro yang telah dirancang dalam RAPBN. Misalnya ketika target penerimaan pajak tidak tercapai. Agar tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi, pemerintah akan menutupinya dengan anggaran. Adapun untuk tahun ini, pemerintah sudah menganggarkan dana cadangan risiko fiskal sebesar Rp8 triliun, sampai saat ini anggaran tersebut belum terpakai dan kemungkinan akan di pakai pada saat penghujung tahun baru.


Comments

Popular posts from this blog

Mengenal “The Big Four” Kantor Akuntan Pubik Terbesar Di Dunia

Peran Akuntansi Internasional Dalam Era Global

BANK SOAL