Pertumbuhan Ekonomi 2018 Yang Tak Sesuai Target




JAKARTA - Pemerintah memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2018 berada di kisaran 5,14%-5,21% atau lebih rendah dari asumsi yang ditetapkan dalam APBN 2018 yakni sebesar 5,4%. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memprediksi, bahwa pertumbuhan ekonomi bakal meleset dari target seiring pelemahan nilai tukar rupiah sepanjang 2018.

"Sepanjang 2018, pertumbuhan ekonomi kami perkirakan 5,14% sampai 5,21%. Itu baseline, tapi itu bisa meleset di 5,15 karena dinamika dengan impor yang meningkat karena depresiasi rupiah jadi investasi dan konsumsi terpengaruh. Turun di 5,15% di 2019," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/9/2018).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu memperkirakan geliat impor pada kuartal III-2018 tetap tinggi, karena adanya pergeseran di kuartal sebelumnya. Tapi Sri Mulyani mengaku tetap optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2018 tetap tumbuh di atas 5%, sejalan dengan momentum perekonomian nasional. "Ekspor akan naik 8% dan impor turun. Sehingga berharap neraca pembayaran dari treat account akan balance. Stady 6-7% dan konsumsi rumah tangga serta inflasi terjaga di 3 kuartal keempat," jelasnya.
Sementara realisasi APBN 2018 semakin meleset dari target yang ditetapkan di awal tahun. Salah satu yang paling jauh melampaui asumsi makro yang ditetapkan adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Tercatat realisasi sampai dengan Semester I-2018 adalah Rp13.855/USD ketika asumsi makro pada APBN tahun ini di kisaran Rp13.400/USD.

Selanjutnya suku bunga rata-rata satu semester sampai 31 Juli 2018 masih di 4,57% atau jauh dari target awal. Selain itu harga minyak mentah sampai semester I-2018 rata-rata USD67 dolar per barel, namun sebelumnya dalam asumsi makro sebesar USD48/Barel. Sedangkan realisasi lifting minyak 771.000 barel per hari, sedikit mendekati target awal mencapai 800.000.

Menurut Sri Mulyani, pertumbuhan ekonomi pada dua kuartal terakhir nanti akan banyak dipengaruhi oleh depresiasi rupiah terhadap dolar AS. Utamanya, memengaruhi ekspor netto yang merupakan salah satu komponen utama pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB). Pada kuartal kedua, ia memprediksi impor akan bertumbuh di atas 10 persen karena sebagian importir menahan aktivitasnya lantaran libur panjang Idul Fitri dan kembali melanjutkan impor pada kuartal ketiga. 
Kenaikan volume impor ditambah dengan pelemahan rupiah terhadap dolar AS menyebabkan pertumbuhan nilai impor cenderung lebih tinggi. Sayangnya, pertumbuhan impor ini tidak sebanding dengan pertumbuhan ekspor, yang dia taksir masih di kisaran 7 persen sama atau sama seperti kuartal II kemarin. Namun, ia melanjutkan depresiasi rupiah akan mempengaruhi importir secara psikologis pada kuartal IV. Sehingga, pertumbuhan impor di tiga bulan terakhir tahun ini akan turun menjadi 8 persen. Pada saat bersamaan, ia meramal ekspor pada kuartal IV akan naik ke kisaran 8 persen karena eksportir melihat peluang pertumbuhan. Sebab, depresiasi rupiah membuat harga ekspor Indonesia lebih kompetitif, sehingga volume ekspor bisa meningkat. "Dengan hal ini, semoga nanti pada akhir tahun bisa terjadi trade balance," ungkap dia.


Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga sempat khawatir bahwa depresiasi nilai tukar juga bisa berdampak bagi pertumbuhan konsumsi. Namun, ia masih yakin bahwa inflasi Indonesia masih akan sesuai target, yaitu 3,5 persen hingga akhir tahun. Sehingga, pertumbuhan konsumsi diharapkan bisa dijaga di atas 5 persen pada dua kuartal terakhir. 

Apalagi, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi sebesar 0,05 persen malah terjadi Agustus kemarin. "Konsumsi diharapkan masih bisa terjaga," imbuh dia.

Optimisme serupa juga diharapkan terjadi di Pembentuk Modal Tetap Bruto (PMTB). Sri Mulyani berharap, investasi bisa meningkat kembali mendekati 7 persen pada kuartal III atau tepatnya di rentang 6,7 persen hingga 6,9 persen. Hanya saja, dia tak memprediksi pertumbuhan investasi di kuartal IV. 

"Kami berharap, investasi di kuartal berikutnya bisa recover dari kuartal II 5,87 persen," pungkasnya.

Pada kuartal II kemarin, BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,27 persen. Angka ini membaik dibanding kuartal I, yakni 5,07 persen. Capaian ini merupakan pertumbuhan kuartalan tertinggi sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pertumbuhan kuartalan tertinggi sebelumnya terjadi di kuartal II 2016, yakni 5,21 persen.


Sumber : 
https://ekbis.sindonews.com/read/1338056/33/sri-mulyani-bersiap-pertumbuhan-ekonomi-2018-meleset-dari-target-1536848002
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180913172703-532-330006/pertumbuhan-ekonomi-2018-diproyeksi-tak-sesuai-target-apbn


Comments

Popular posts from this blog

Mengenal “The Big Four” Kantor Akuntan Pubik Terbesar Di Dunia

Peran Akuntansi Internasional Dalam Era Global

BANK SOAL