PERPAJAKAN DALAM KANCAH INTERNASIONAL
- Sumber Hukum Pajak Internasional Indonesia
Di Indonesia, pajak internasional
khususnya mengenai P3B diatur dalam Pasal 32A Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
Sementara itu, proses pembentukan P3B seperti proses pendekatan, perundingan,
ratifikasi serta pemberlakuannya tunduk kepada Undang-undang Nomor 24 Tahun
2000 tentang Perjanjian Internasional. Kedudukan P3B berdasarkan ketentuan ini
adalah lex specialist terhadap Undang-undang domestik. Dengan demikian, jika
ada ketentuan dalam undang-undang domestik bertentangan dengan ketentuan dalam
P3B maka yang dimenangkan adalah ketentuan P3B.
- Pengertian Pajak Internasional
“Pajak Internasional adalah hukum
pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasioal
maupun kaedah yang berasal dari traktat antarnegara dan dari prinsip yang telah
diterima baik oleh Negara-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan
dan dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, baik mengenai subjek maupun
mengenai objeknya. kesepakatan perpajakan yang berlaku di antara negara yang
mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan pelaksanaanya dilakukan
dengan niat baik sesuai dengan Konvensi Wina (Pacta Sunt Servanda).”
- Permasalahan Dalam Perpajakan Internasional
1. Transfer
Pricing
Kegiatan ini adalah mentransfer laba dari
dalam negeri ke perusahaan dengan hubungan istimewa di negara lain yang tarif
pajaknya lebih rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan membayar harga penjualan
yang lebih rendah dari harga pasar, membiayakan biaya-biaya lebih besar
daripada harga yang wajar, thin capitalization (memperbesar utang dengan beban
bunga untuk mengurangi laba). Misalnya: tarif pajak di Indonesia 28%, di
Singapura 25%. PT A punya anak perusahaan B Ltd di Singapura, maka laba di PT A
dapat digeser ke B Ltd yang tarifnya lbh kecil dengan cara B LTd meminjamkan
uang dengan bunga yang besar, sehingga laba PT A berkurang, memang pendapatan B
Ltd bertambah namun tarif pajaknya lebih kecil. Hal bisa juga dilakukan dengan
PT A menjual rugi (mark down) barang dan jasa (harga jual di bawah ongkos
produksinya) ke B Ltd. Di Indonesia, transfer pricing dicegah dalam UU PPh
pasal 18 dimana pihak fiskus berhak mengkoreksi harga transaksi, penghitungan
utang sebagai modal dan DER (Debt Equity Ratio).
2. Treaty
Shopping
Fasilitas di tax treaty justru bukannya
menghindarkan pajak berganda namun malah memberi kesempatan bagi subjek pajak
untuk tidak dikenakan pajak dimana-mana. Misalnya: Investasi SBI di bursa
singapura dibebaskan pajak. Treaty Shopping diredam dengan ketentuan beneficial
owner (penerima manfaat) dalam tax treaty (P3B) baik yang memakai model OECD
maupun PBB sehingga tax treaty hanya berlaku bila penerima manfaat yang
sebenarnya adalah residen di negara yang menandatangani tax treaty
3. Tax
Heaven Countries
Negara-negara yang
memberikan keringanan pajak secara agresif seperti tarif pajak rendah,
pengawasan pajak longgar telah membuat penerimaan pajak dari negara-negara
berkembang merosot tajam. Negara tax heaven yang termasuk dalam KMK No.650/KMK04/1994 antara lain Argentina, Bahrain,
Saudi Arabia, Mauritius, Hongkong, Caymand Island, dll. Saat ini negara tax
heaven sedang dimusuhi dunia internasional, pengawasan tax avoidance
(penghindaran pajak) di negara-negara tersebut sedang gencar-gencarnya. Berinvestasi
di negara tax heaven beresiko besar terkena koreksi UU PPh Pasal 18. Lebih baik
berinvestasi pada negara dengan tax treaty.
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
(P3B) / Tax Treaty
Adalah perjanjian pajak antar dua negara
atau antar beberapa negara dalam upaya menghindari pajak berganda. Hal-hal yang
ada didalamnya meliputi negara mana saja yang menjadi peserta dan terikat
dalamperjanjian tersebut dan objek pajak apa yang tercakup dalam perjanjian
tersebut. Pada dasarnya tax treaty dapat dibedakan menjadi 3 macam :
1. Menyebutkan jenis pajaknya tetapi tidak menyebutkan definisinya, hal ini
dapat menimbulkan perbedaan dalam penafsiran, sehingga sering kali ditambahkan
klausal “jika terdapat keragu-raguan maka akan dibicarakan bersama”.
2. Mencantumkan definisi pajak yang diliputinya disertai dengan nama pajaknya,
yang pada waktu perjanjaian dibuat telah ada dan ditambah dengan ketentuan
bahwa pada sewaktu-waktu tertentu otoritas keuangan dari masing-masing negara
akan saling memberitahukan, pajak mana yang tunduk dalam perjanjiana tersebut.
3. Menyebutkan nama pajaknya dengan ketentuan, bahwa perjanjian tersebut juga
berlaku untuk pajak-pajak yang akan diadakan, dan pada hakekatnya mempunyai
dasar yang sama.
- Model Tax Treaty
Dalam Perpajakan
Internasional terdapat dua model persetujuantax treaty utama
yang digunakan sebagai model untuk tax treaty antar
negara-negara di dunia, antara lain :
1. OECD
Model
OECD merupakan singkatan
dari Organization for Economic Cooperation and Development,
adalah sebuah organisasi Internasional dengan tiga puluh negara yang menerima
prinsip demokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas. Negara-negara anggotaOECD
adalah negara negara yang maju, dimana arus barang, uang dan orang diantara
mereka setara. Negara negara ini menggunakan asas residensial atau domisili
untuk taxing right atau hak pemajakannya,
dimanapenghasilan royalti tidak termasuk penghasilan yang dibebaskan dalam
penghitungan pajak. Hak pemajakan atas royalti diberikan sepenuhnya kepada
Negara Domisili.
Hal ini tidak menjadi
masalah bagi negara-negara OECD dikarenakan kesetaraan tadi, hingga
saling internetting perpajakan di lingkungan negara
negara OECD. Hal ini kemudian menjadi tidak adil bila dilakukan modeltax treatyini dilakukan dengan negara negara
berkembang, karena bila menggunakan asas residensial, maka negara negara
berkembang tersebut tidak akan mendapatkan bagian hasil pajakkarena umumnya
negara maju memiliki investasi di negara berkembang, sebaliknya negara
berkembang memiliki sedikit investasi di negara negara maju.Metode yang
digunakan pada tax treatymodel OECD adalahexemption dancredit method.
2. UN
Model
UN merupakan singkatan
dari United Nationatau dikenal sebagai PBB (Persatuan
Bangsa-Bangsa), adalah sebuah organisasi yang anggotanya hampir seluruh negara di
dunia. Lembaga ini dibentuk untuk memfasilitasi dalam hukum internasional,
pengamanan internasional, lembaga ekonomi, dan perlindungan sosial.Oleh karena itu, model tax treatyUNlebih memungkinkan untuk mempertimbangkan
berbagai kondisi negara-negara yang berbeda, sehingga sebisa mungkin tidak ada
yang dirugikan dalam penetapan ketentuan persetujuan tax treaty.Maka UN model adalah model tax treaty yang lebih menjamin keadilan untuk
negara negara berkembang.
Model tax treaty UN hanya mengatur perlakuan terhadap
“penduduk” masing-masing negara dimana penghasilan yang diperoleh (atau
kekayaan yang dimiliki) dari Negara Sumber diabaikan sama sekali oleh Negara
Domisili dalam menghitung penghasilan lainnya yang diperoleh penduduknya (full exemption), sehingga penghasilan yang diperoleh
dari Negara Sumber tidak dikenai pajak oleh Negara Domisili, tetapi penghasilan
tersebut ikut diperhitungkan hanya untuk menentukan tarif progresif (exemption with progression).
Akibat dari exemption tersebut laba usaha
yang diperoleh di negara sumber tidak dapat digunakan sebagai kompensasi
kerugian di dalam negeri. Tapi, penghasilan atau kekayaan yang diperoleh atau
dimiliki oleh penduduk dari negara domisili berasal atau berada di negara
sumber, yang berdasarkan P3B ( Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda) yang
bersangkutan dikenai pajak di negara sumber, negara domisili harus memberikan
pengurangan pajak yang dibayar di negara sumber tersebut.
Pada kenyataannya,
pada tax treaty yang dilakukan oleh dua negara(bilateral), model UN dan OECD tersebut hanya
merupakan gambaran umum, karena pada akhirnya, sistem dan keseluruhan
tata cara yang dipakai tergantung isi perjanjian yang disepakati oleh dua buah
negara yang melakukan perjanjian. Dan model tax treaty yangdijadikan
acuan utama dalam perundingan P3B (tax treaty)
Indonesia adalahmodelUN.
Selain kedua model utama diatas, juga
terdapat model yang dikembangkan oleh suatu negara untuk kepentingannya
sendiri, misalnya US Model (1996, 2006); dan Multilateral Tax Treaty, yang
tidak diterima secara luas dan hanya meliputi beberapa negara saja, contohya:
·
Pakta Andean (Bolivia, Chile, Kolombia,
Ekuador, Peru dan Venezuela)
·
Nordic (Denmark, Finlandia, Islandia,
Norwegia dan Swedia)
·
Maghribi Union (negara-negara di wilayah
Afrika Utara)
- Tujuan Kebijakan Perpajakan Internasional
Untuk memajukan perdagangan antar negara,
mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah berusaha untuk
meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut. Salah
satu upaya untuk meminimalkan beban tersebut adalah dengan melakukan
penghindaraan pajak berganda internasional.
Adanya kebijakan pajak internasional
khususnya P3B dimaksudkan terutama untuk menghilangkan pajak berganda (double
tax). Pajak berganda ini timbul karena dua negara mengenakan pajak atas
penghasilan yang sama. Ketentuan-ketentuan dalam P3B yang dimaksudkan untuk
mencegah pengenaan pajak berganda ini misalnya ;
·
Adanya ketentuan untuk menyelesaikan
kasus dual residence di mana seseorang atau badan diakui sebagai subjek
pajak dalam negeri (resident tax person) oleh dua negara yang berbeda.
·
Adanya ketentuan pembagian hak pemajakan
dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 21 P3B untuk jenis-jenis penghasilan
tertentu. Pembagian hak pemajakan ini ada yang bersifat ekslusif diberikan
hanya kepada satu negara dan ada juga yang berupa pembatasan kepada suatu
negara untuk mengenakan pajak.
·
Adanya ketentuan
tentang Corresponding Adjustment terhadap lawan transaksi di suatu
negara dalam hal negara yang lain melakukan koreksi terhadap satu Wajib Pajak
yang melakukan transfer pricing.
Comments
Post a Comment