KAKBI Siap Diimplementasikan
GUBERNUR
Bank Indonesia Agus Martowardojo secara simbolis menerima penyerahan
Kebijakan Akuntansi Keuangan BI (KAKBI) dari Rosita Uli Sinaga selaku
Ketua Dewan Pengarah KAKBI. “Kami bersyukur ternyata KAKBI bisa selesai
dan pada tahun 2014 sudah bisa diimplementasikan,”ungkap Agus Marto.
Menurut Agus, dengan KAKBI ini, sebagai lembaga moneter BI akan memiliki laporan keuangan yang lebih baik lagi. Apalagi BI sendiri sudah mencanangkan sebagai bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional ASEAN.
Untuk itu, Agus menambahkan, jika mau menjadi yang terbaik maka salah satu parameternya adalah pengelolaan keuangan dan kualitas laporan keuangan yang baik pula. “Sehingga dengan KAKBI kami optimistis bisa mewujudkan visi BI menjadi bank sentral terbaik di kawasan regional,” ia menandaskan. Deputi Gubernur BI, Hendar, menambahkan, KAKBI dirumuskan sejak awal 2012 dengan membentuk Komite Penyusunan KAKBI.
Sejak itu, sudah banyak masukan dari Badan Pemeriksa Keuangan, Komite Standar Akuntansi Pemerintah, dan Ikatan Akuntan Indonesia sehingga isinya lebih mampu mencerminkan BI sebagai bank sentral dan dapat diterima stakeholder terkait.
Dari perumusan ini, dihasilkan tujuh KAKBI. Pertama, Pernyataan KAKBI (PKAKBI) tentang kebijakan akuntansi; kedua, PKAKBI tentang laporan keuangan; ketiga, PKAK tentang pengaruh kurs valuta asing; keempat, PKAKBI tentang emas; kelima, PKAKBI tentang uang dalam peredaran; keenam, PKAKBI tentang instrumen keuangan; dan ketujuh PKAKBI tentang transaksi lindung nilai (hedging).
“Saya yakin dengan KAKBI ini akan meningkatkan kualitas laporan keuangan BI,” kata Hendar. “Saya berharap secepatnya bisa dilaksanakan sebagai standar akuntasi BI melalui Peraturan Dewan Gubernur. Sehingga dapat mencapai visi BI tersebut melalui penyusunan KAK yang lebih transparan dan akuntabel.” Di tempat yang sama, Ketua Dewan Pengarah KPKAKBI, Rosita Uli Sinaga menuturkan, penyusunan KAKBI ini karena didasari oleh laporan keuangan BI yang selama ini dianggap tidak mampu mencakup performance BI secara keseluruhan.
Seringkali banyak anomali yang muncul antara kondisi di makro dengan laporan keuangan BI. “Misalnya, pada saat rupiah menguat malah defisit besar, tapi ketika rupiah melemah justru surplus luar biasa. Tentunya menjadi tanda tanya besar apakah BI selama ini sudah berhasil membuat laporan keuangan yang diterima oleh stakeholder-nya?” tegas Rosita yang juga Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI itu.
Seperti diketahui, saat krisis kecil tahun 2008, inflasi mencapai 11,06 persen, posisi rupiah anjlok hingga kelevel Rp12.000-an. Tapi lucunya laporan keuangan BI malah mencetak surplus Rp17,3 triliun. Sebaliknya, tatkala BI berhasil menjaga inflasi di level 6,96 persen dan kurs rupiah stabil di bawah Rp9.000 pada tahun 2010, laporan keuangan BI justru membukukan defisit Rp27,9 triliun. Menurut Rosita, secara independen, BI memang mempunyai otorisasi untuk menyusun standar akuntansinya sendiri, tidak mengikut ke entitas mana pun.
Makanya, muncul ide dari internal BI dan auditor negara (BPK) agar bank sentral itu mempunyai pedoman akuntansi yang relevan. “Langkah itu hanya bisa digagas oleh penyusun yang independen dan memiliki kompetensi,” Rosita menambahkan. “Maka dibentuklah satu komite yang terdiri dari berbagai macam komponen, seperti DSAK IAI, akuntan publik, akademisi, KSAP, dan para akuntan senior.
Langkah ini sebagai bentuk BI menerapkan prinsip good governance.” Setelah dua tahun menyusun dan sekitar tiga tahun melakukan penelitian untuk mencari format terbaik, akhirnya tujuh PKAKBI ini selesai dirumuskan. Kini tinggal menanti proses implementasinya yang tentu tak mudah pula.
Prinsip KAKBI ini adalah principal base sama seperti standar akuntansi yang umum. Kata Rosita, enam PKAKBI yang pertama dikhususkan untuk transaksi unik, terutama untuk aset dan liabilitas yang dimiliki BI. Contohnya, BI memiliki uang dalam peredaran, ada transaksi emas, ada transaksi valuta asing yang luar biasa banyak, dan juga soal instrumen keuangan. “Keempat komponen itu yang menjadi core dari PKAKBI itu,” ia menguraikan. Tujuh PKAK ini merupakan satu set kebijakan akuntansi keuangan BI.
Termasuk BPK sendiri sudah memberikan responnya. “Tapi kami menyadari dengan berlakunya ini tentu akan ada perubahan yang signifikan di BI dalam menyusun LK-nya. Antara lain, perlakuan akuntansi mengenai transaksi valas. Termasuk juga core BI bukan di surplus-defisit. Kalau dulu surplus-defisit menjadi tolak ukur performance BI, tapi sekarang tolak ukurnya harus dilihat dalam laporan keuangan,” kata Rosita lagi.
Hal fundamental lainnya, dalam KAKBI ini ternyata laporan arus kas dihapus. Karena berdasar benchmark terhadap beberapa bank sentral di negara lain, laporan arus kas dianggap tidak penting bagi bank sentral. “Sebab likuiditas bukan menjadi satu isu, berbeda dengan entitas komersial lainnya,” Rosita mengungkapkan.
Hedging atau Lindung Nilai
Hal menarik lain, dimasukkannya kebijakan akuntansi tentang lindung nilai. Padahal BI sendiri sebagai bank sentral belum melakukan transaksi lindung nilai. Menurut Rosita, untuk hal ini, telah melakukan perdebatan sengit di internal dewan pengarah. Pasalnya, saat itu BI belum memutuskan untuk melakukan transaksi lindung nilai.
“Tapi saya yakin, BI suatu saat perlu melakukan hedging. Oleh karena itu, akuntansi BI harus mendukung. Jadi, kalau suatu saat nanti BI melakukan sistem itu sudah aturan mainnya,” ia menerangkan. Terkait kebijakan akuntansi soal lindung nilai, mendapat apresiasi khusus dari Agus Marto. Menurutnya, dulu memang pernah ada transakasi lindung nilai di BI, tapi selama delapan tahun terakhir tidak ditransaksikan lagi.
Di perbankan nasional, saat ini sudah direkomendasikan untuk melakukan transaksi lindung nilai. “Ternyata tanpa sadar BI sendiri belum melakukan transaksi hedging. Makanya dengan adanya kebijakan akuntansi soal hedging ini kami berterima kasih sekali.
Kami yakin sangat membutuhkan ini,” terangnya. Anggota Dewan Pengarah, Jan Hoesada, menyebutkan, selama ini sistem akuntansi dan keuangan yang digunakan BI adalah Pedoman Akuntansi dan Keuangan BI (PAKBI). PAKBI disusun oleh internal BI karena aturan perundangan memang memungkinkan untuk itu. “KAKBI ini nantinya akan terhubung dengan PAKBI yang memang sudah ada,” ujar Jan.
Di bagian akhir, Agus Marto selaku Gubernur BI meminta Dewan Pengarah saat ini tetap aktif hingga tahap implementasi KAKBI. “Agar secara bersama-sama kita mewujudkan BI yang makin kredibel dan terbaik di regional,” kata Agus, optimistis.
Menurut Agus, dengan KAKBI ini, sebagai lembaga moneter BI akan memiliki laporan keuangan yang lebih baik lagi. Apalagi BI sendiri sudah mencanangkan sebagai bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional ASEAN.
Untuk itu, Agus menambahkan, jika mau menjadi yang terbaik maka salah satu parameternya adalah pengelolaan keuangan dan kualitas laporan keuangan yang baik pula. “Sehingga dengan KAKBI kami optimistis bisa mewujudkan visi BI menjadi bank sentral terbaik di kawasan regional,” ia menandaskan. Deputi Gubernur BI, Hendar, menambahkan, KAKBI dirumuskan sejak awal 2012 dengan membentuk Komite Penyusunan KAKBI.
Sejak itu, sudah banyak masukan dari Badan Pemeriksa Keuangan, Komite Standar Akuntansi Pemerintah, dan Ikatan Akuntan Indonesia sehingga isinya lebih mampu mencerminkan BI sebagai bank sentral dan dapat diterima stakeholder terkait.
Dari perumusan ini, dihasilkan tujuh KAKBI. Pertama, Pernyataan KAKBI (PKAKBI) tentang kebijakan akuntansi; kedua, PKAKBI tentang laporan keuangan; ketiga, PKAK tentang pengaruh kurs valuta asing; keempat, PKAKBI tentang emas; kelima, PKAKBI tentang uang dalam peredaran; keenam, PKAKBI tentang instrumen keuangan; dan ketujuh PKAKBI tentang transaksi lindung nilai (hedging).
“Saya yakin dengan KAKBI ini akan meningkatkan kualitas laporan keuangan BI,” kata Hendar. “Saya berharap secepatnya bisa dilaksanakan sebagai standar akuntasi BI melalui Peraturan Dewan Gubernur. Sehingga dapat mencapai visi BI tersebut melalui penyusunan KAK yang lebih transparan dan akuntabel.” Di tempat yang sama, Ketua Dewan Pengarah KPKAKBI, Rosita Uli Sinaga menuturkan, penyusunan KAKBI ini karena didasari oleh laporan keuangan BI yang selama ini dianggap tidak mampu mencakup performance BI secara keseluruhan.
Seringkali banyak anomali yang muncul antara kondisi di makro dengan laporan keuangan BI. “Misalnya, pada saat rupiah menguat malah defisit besar, tapi ketika rupiah melemah justru surplus luar biasa. Tentunya menjadi tanda tanya besar apakah BI selama ini sudah berhasil membuat laporan keuangan yang diterima oleh stakeholder-nya?” tegas Rosita yang juga Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI itu.
Seperti diketahui, saat krisis kecil tahun 2008, inflasi mencapai 11,06 persen, posisi rupiah anjlok hingga kelevel Rp12.000-an. Tapi lucunya laporan keuangan BI malah mencetak surplus Rp17,3 triliun. Sebaliknya, tatkala BI berhasil menjaga inflasi di level 6,96 persen dan kurs rupiah stabil di bawah Rp9.000 pada tahun 2010, laporan keuangan BI justru membukukan defisit Rp27,9 triliun. Menurut Rosita, secara independen, BI memang mempunyai otorisasi untuk menyusun standar akuntansinya sendiri, tidak mengikut ke entitas mana pun.
Makanya, muncul ide dari internal BI dan auditor negara (BPK) agar bank sentral itu mempunyai pedoman akuntansi yang relevan. “Langkah itu hanya bisa digagas oleh penyusun yang independen dan memiliki kompetensi,” Rosita menambahkan. “Maka dibentuklah satu komite yang terdiri dari berbagai macam komponen, seperti DSAK IAI, akuntan publik, akademisi, KSAP, dan para akuntan senior.
Langkah ini sebagai bentuk BI menerapkan prinsip good governance.” Setelah dua tahun menyusun dan sekitar tiga tahun melakukan penelitian untuk mencari format terbaik, akhirnya tujuh PKAKBI ini selesai dirumuskan. Kini tinggal menanti proses implementasinya yang tentu tak mudah pula.
Prinsip KAKBI ini adalah principal base sama seperti standar akuntansi yang umum. Kata Rosita, enam PKAKBI yang pertama dikhususkan untuk transaksi unik, terutama untuk aset dan liabilitas yang dimiliki BI. Contohnya, BI memiliki uang dalam peredaran, ada transaksi emas, ada transaksi valuta asing yang luar biasa banyak, dan juga soal instrumen keuangan. “Keempat komponen itu yang menjadi core dari PKAKBI itu,” ia menguraikan. Tujuh PKAK ini merupakan satu set kebijakan akuntansi keuangan BI.
Termasuk BPK sendiri sudah memberikan responnya. “Tapi kami menyadari dengan berlakunya ini tentu akan ada perubahan yang signifikan di BI dalam menyusun LK-nya. Antara lain, perlakuan akuntansi mengenai transaksi valas. Termasuk juga core BI bukan di surplus-defisit. Kalau dulu surplus-defisit menjadi tolak ukur performance BI, tapi sekarang tolak ukurnya harus dilihat dalam laporan keuangan,” kata Rosita lagi.
Hal fundamental lainnya, dalam KAKBI ini ternyata laporan arus kas dihapus. Karena berdasar benchmark terhadap beberapa bank sentral di negara lain, laporan arus kas dianggap tidak penting bagi bank sentral. “Sebab likuiditas bukan menjadi satu isu, berbeda dengan entitas komersial lainnya,” Rosita mengungkapkan.
Hedging atau Lindung Nilai
Hal menarik lain, dimasukkannya kebijakan akuntansi tentang lindung nilai. Padahal BI sendiri sebagai bank sentral belum melakukan transaksi lindung nilai. Menurut Rosita, untuk hal ini, telah melakukan perdebatan sengit di internal dewan pengarah. Pasalnya, saat itu BI belum memutuskan untuk melakukan transaksi lindung nilai.
“Tapi saya yakin, BI suatu saat perlu melakukan hedging. Oleh karena itu, akuntansi BI harus mendukung. Jadi, kalau suatu saat nanti BI melakukan sistem itu sudah aturan mainnya,” ia menerangkan. Terkait kebijakan akuntansi soal lindung nilai, mendapat apresiasi khusus dari Agus Marto. Menurutnya, dulu memang pernah ada transakasi lindung nilai di BI, tapi selama delapan tahun terakhir tidak ditransaksikan lagi.
Di perbankan nasional, saat ini sudah direkomendasikan untuk melakukan transaksi lindung nilai. “Ternyata tanpa sadar BI sendiri belum melakukan transaksi hedging. Makanya dengan adanya kebijakan akuntansi soal hedging ini kami berterima kasih sekali.
Kami yakin sangat membutuhkan ini,” terangnya. Anggota Dewan Pengarah, Jan Hoesada, menyebutkan, selama ini sistem akuntansi dan keuangan yang digunakan BI adalah Pedoman Akuntansi dan Keuangan BI (PAKBI). PAKBI disusun oleh internal BI karena aturan perundangan memang memungkinkan untuk itu. “KAKBI ini nantinya akan terhubung dengan PAKBI yang memang sudah ada,” ujar Jan.
Di bagian akhir, Agus Marto selaku Gubernur BI meminta Dewan Pengarah saat ini tetap aktif hingga tahap implementasi KAKBI. “Agar secara bersama-sama kita mewujudkan BI yang makin kredibel dan terbaik di regional,” kata Agus, optimistis.
Comments
Post a Comment